Kurangilah daging binatang berkaki empat,
berlemak, dan gorengan
Berdasar penerjemahan konsep yang dahulu
pernah dipelajari, daging hewan berkaki empat termasuk dalam unsur “panas”.
Ternyata, suhu tubuh hewan binatang berkaki empat memang lebih tinggi dari suhu
tubuh manusia. Ini menyebabkan, lemak dalam darah mereka yang bersifat cair
dalam tubuh mereka, lebih mudah menggumpal dalam tubuh manusia.
Selain itu dalam praktik untuk umur panjang
China kuno, juga pernah tercantum bahwa daging binatang berkaki empat terutama
sapi, dapat memanaskan perut (usus), menyebabkan kekotoran bila terlalu banyak
dikonsumsi. Unsur “panas” dalam pengobatan China, biasas ditanggapi sebagai
reaksi tubuh terhadap gangguan (racun). “Panas” yang dimaksud mungkin identik
dengan suhu & kondisi asam.
Panas yang terakumulasi dalam jangka panjang
pada usus, akan menyebabkan bau mulut, suhu badan tinggi, sembelit. Panas tubuh
tinggi ini akan menyebabkan metabolisme tubuh kurang seimbang, mengasarkan
kulit dan mempercepat penuaan. Belakangan diketahui bahwa pada suhu yang lebih
tinggi, aktivitas sel lebih cepat, akibatnya sel membelah lebih cepat dari
seharusnya, telomere (pita umur) sel lebih pendek dan sel mudah mengalami
kematian.
Panas yang terakumulasi lama dan kotoran yang
menempel di dinding perut (usus) akan menyebabkan perubahan “sifat daging”
(mungkin merujuk pada mutasi sel) mudah menyebabkan bengkak, tumor. Tumor ini
berkembang secara kondusif pada suhu tinggi dan lingkungan yang relatif asam.
Ini menjelaskan tingginya kasus kanker usus pada masyarakat dengan tingkat
konsumsi daging binatang kaki empat yang relatif tinggi.
Manusia Indonesia, menurut saya pribadi
adalah manusia paling beruntung karena hidup di surga dunia, dimana alam begitu
memanjakan kita, dikelilingi beragam tanaman eksotis yang merupakan makanan
serta sekaligus berkhasiat obat (药食同源). Sehingga sebenarnya, penjagaan
kesehatan seharusnya adalah kewajiban kita sebagai wujud rasa syukur kita pada
Sang Pencipta yang telah demikian mengasihi kita, bukan?
Secara umum fluktuasi kondisi cuaca Indonesia
dalam setahun tidaklah seekstrem belahan dunia utara dan selatan. Artinya,
tantangan alam untuk penjagaan kesehatan kita adalah lebih ringan dari
negara-negara lain.
Dasar konsep kesehatan China adalah hukum
keseimbangan universal yang digambarkan dalam Yin dan Yang. Kondisi cuaca
Indonesia adalah relatif seimbang dengan kecenderungan Yang (positif) karena
menerima siraman cahaya matahari yang cukup tinggi. Ini artinya, manusia
Indonesia bila konsumsi makanannya seimbang, tidak perlu repot2 menjaga
kesehatannya.
Hal ini dapat dipahami dengan mengetahui
bahwa kondisi “agak Yang” atau “Yang minor” adalah kondisi terkondusif untuk
tumbuh kembangnya manusia. Sehingga, manusia Indonesia bila menjaga makanannya
netral, tingkat kesehatannya akan rata-rata baik. Ini adalah salah satu latar
belakang, mengapa sebaiknya mengurangi gorengan (apalagi dengan minyak jelantah)
dan makanan pedas tajam.
Gorengan dan makanan pedas tajam akan bersifat memacu unsur Yang kuat dalam tubuh
manusia, menjadikannya lebih rentan terhadap penyakit2 yang disebabkan “panas”.
Bila mereka yang memahami pentingnya menghindari panas dan dingin berlebih,
niscaya akan lebih terlindungi dari penyakit “panas” seperti kanker dan tumor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar